Penutupan BPR, Kepala OJK Jateng: Akibat Lemahnya Tata Kelola dan Manajemen Risiko
SEMARANG (Ampuh.id) – Keberadaan bank perkreditan rakyat yang mendapat sanksi tegas oleh Otoritas Jasa Keuangan, akibat lemahnya penerapan tata kelola dan manajemen risiko dapat menimbulkan celah pada kegiatan operasional perbankan.
Hal itulah yang menyebabkan sejumlah Bank Perekonomian Rakyat/Bank Perekonomian Rakyat Syariah ( BPR/S) ditutup pada awal tahun 2024 ini, dimana sebagian merupakan BPR/S yang berada di wilayah JawaTengah.
“Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong peningkatan tata kelola dan manajemen risiko BPR/S guna meningkatkan kinerja serta menjaga kepercayaan masyarakat, agar dapat terus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah Sumarjono, dalam sambutannya pada Talkshow “Peningkatan Tata Kelola dan Manajemen Risiko untuk mendukung Transformasi BPR/S se-Jawa Tengah dan DIY”, di Semarang, baru-baru ini.
Acara yang dihadiri seluruh Kepala OJK di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta serta Direksi/Pejabat Eksekutif BPR/BPRS se-Jawa Tengah di Semarang berlangsung cukup khidmat.
Menurutnya, perbankan yang semakin kuat diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan, khususnya terhadap usaha sektor produktif, meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, mengembangkan dan memperkuat eksosistem sektor keuangan.
“Sehingga, pada akhirnya sektor Perbankan dapat meningkatkan kontribusinya dalam mendorong pertumbuhan perkonomian daerah,” katanya.
Lebih lanjut, Sumarjono menyampaikan, untuk menangkap peluang dan kontribusi tersebut, tentunya BPR/S perlu mempersiapkan keunggulan kompetitifnya termasuk SDM yang andal dan permodalan yang kuat.
“Namun kita juga harus waspada, bahwa dengan semakin meluasnya pelayanan dan peningkatan volume usaha BPR/S, maka semakin meningkat pula risiko yang dihadapi BPR/S tersebut. Sehingga, mendorong kebutuhan terhadap penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang lebih baik oleh setiap BPR/S,” ungkap Sumarjono.
Dorong Transformasi Digital BPR/S
Sementara itu, Project Manager International Labour Organization (ILO) Djauhari Sitorus menyampaikan, bahwa ILO mendorong transformasi digital BPR/S untuk tata kelola yang lebih baik dan meningkatkan kualitas layanan kepada sektor UKM.
“Digitalisasi merupakan keuntungan bagi lembaga keuangan, misalnya dapat memotong beberapa proses bisnis secara efektif dan efisien, sehingga akan menghemat biaya operasional. Hasil penghematan tersebut dapat dialihkan ke dalam investasi lainnya. Selain itu, digitalisasi juga memberikan keuntungan bagi bank, yaitu dana mengendap di lembaga keuangan menjadi lebih lama sehingga dapat menjaga likuiditas perbankan,” terangnya.
Sumarjono menambahkan, dalam rangka mendukung penguatan peran BPR/S di daerah, sebelumnya OJK juga telah meluncurkan “Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS 2024 – 2027 ” sebagai katalisator akselerasi proses pengembangan BPR dan BPRS di Indonesia dengan 4 pilar utama.
Keempat pilar tersebut yaitu: penguatan struktur dan daya saing, akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS, penguatan peran BPR dan BPRS terhadap wilayahnya, dan penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.
“OJK mengharapkan, kegiatan ini dapat memantapkan komitmen BPR untuk terus menyempurnakan implementasi tatakelola serta manajemen risiko. Hal ini tentu semata-mata untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai pengguna sektor jasa keuangan, agar tercipta sektor jasa keuangan yang tumbuh sehat dan wajar guna mendukung stabilitas sistem keuangan dan perekonomian daerah,” kata Sumarjono. (man)