Sengketa Lahan di Kota Lama Semarang Memanas, Pemilik Hotel di Semarang Tempuh Langkah Hukum Balik

SEMARANG (Ampuh.id) – Konflik kepemilikan lahan di kawasan strategis Kota Lama Semarang kembali menghangat.

F. Soleh Dahlan (FSD), pemilik Hotel Dafam Semarang, mengambil langkah hukum dengan melaporkan balik SDK ke Polda Jawa Tengah.

Laporan ini berkaitan dengan dugaan pemalsuan dokumen dalam transaksi jual-beli lahan di Jalan Jalak No. 5–7, lokasi yang berdekatan dengan ikon arsitektur Rumah Akar.

Langkah ini diambil FSD setelah sebelumnya dirinya dilaporkan SDK ke Polrestabes Semarang atas tuduhan serupa.

Kuasa hukum FSD, Adi Nurrohman, menyampaikan bahwa laporan ke Polda merupakan tanggapan atas tudingan sebelumnya yang menurut pihaknya tidak berdasar.

“Secara administratif kami laporkan di Polda berkaitan dengan dugaan pemalsuan surat dan pemalsuan pernyataan tidak sengketa maupun penguasaan fisik. Laporan balik ke Polda Jateng tersebut, sekarang sudah masuk tahap penyidikan,” katanya saat konferensi pers di Semarang, Kamis (12/6/2025).

Tak hanya SDK yang disasar dalam laporan ini. Adi menyebut ada nama-nama lain yang turut dilibatkan, termasuk pihak yang terlibat dalam proses jual beli, seperti Likuidator NV Thio Tjoe Pian, Kusuma Tjitra, dan Ir Mustika.

“Jadi kami laporkan tiga orang, termasuk yang penjual pembeli kami laporkan juga. Karena ada dua pemalsuan surat, surat tidak sengketa maupun penguasaan fisik dan lain sebagainya sehingga terjadi jual-beli,” ujarnya.

FSD, menurut keterangan kuasa hukumnya, tidak pernah mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut.

Sejak lama, ia hanya berstatus sebagai penyewa dan menyatakan bahwa status Hak Guna Bangunan (HGB) dari lahan tersebut sudah habis sejak 1980.

“Kami tidak pernah menyatakan sebagai pemilik. Ya kami memang benar menguasai tanah di Jalan Jalak Semarang itu. Tapi tanah itu telah kembali pada tanah negara berdasarkan putusan PTUN sampai di tingkat kasasi, sudah inkrah,” bebernya.

Dari sisi penguasaan fisik, FSD merasa memiliki dasar hukum yang kuat karena telah merawat dan menempati lahan tersebut selama lebih dari 40 tahun, bahkan sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai bagian dari cagar budaya.

“Yang diberi prioritas menempati adalah orang yang merawat dan menguasai secara terus-menerus minimal 20 tahun. Dalam perihal ini kalian kami memenuhi kualifikasi tersebut,” pungkasnya.

Di pihak lain, SDK melalui kuasa hukumnya Osward Febby Lawalata menanggapi keras laporan balik tersebut. Ia menilai tindakan FSD sebagai bentuk pembalikan fakta dan tidak berdasar secara hukum.

“FSD tidak mempunyai legal standing apapun untuk melapor karena dia adalah penyewa beritikad buruk tapi ingin memiliki tanah tersebut dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum, salah satunya diduga membuat surat palsu sehingga saat ini ditetapkan sebagai Tersangka di Polrestabes Semarang,” tambahnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *