Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie menyerahkan buku antologi esai tentang lingkungan hidup kepada Dinarpus Kota Semarang yang diterima oleh Subkoordinator Akuisisi dan Deposit Sapto Nugroho, baru-baru ini, (foto: dok Satupena jateng)
Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie menyerahkan buku antologi esai tentang lingkungan hidup kepada Dinarpus Kota Semarang yang diterima oleh Subkoordinator Akuisisi dan Deposit Sapto Nugroho, baru-baru ini, (foto: dok Satupena jateng)
|

Satupena Jateng Siap Susun Sejarah Kota Semarang

SEMARANG (Ampuh.id) – Perkumpulan Penulis Indonesia “Satupena” Provinsi Jawa Tengah siap menyusun buku sejarah tentang Kota Semarang yang lebih komperehensif. Penulisan yang lebih rinci dan lengkap sangat dibutuhkan, agar masyarakat benar-benar tahu tentang Kota Semarang.

Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie menanggapi pernyataan Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu tentang perlunya sejarah Kota Semarang dibukukan, termasuk juga sejarah perkembangan Islam di ibukota Jawa Tengah ini. Diperlukan juga audio-visualnya sebagai bahan edukasi sejarah. Mbak Ita–panggilan akrab Walikota Semarang–menyampaikan hal itu ketika usai melakukan ziarah ke makam sejumlah ulama dalam rangka peringatan HUT Kota Semarang ke-477 belum lama ini.

Menurut Gunoto, selama ini penyusunan buku sejarah Kota Semarang bukannya tidak ada. Begitu juga pembuatan audio-visualnya. Namun, tanpa mengurangi penghargaan terhadap para pembuatnya, penyusunannya masih terkesan fragmentaris. Kita membutuhkan buku sejarah Kota Semarang yang lengkap, yang memuat juga sejarah atau riwayat seluruh kelurahan dan kecamatan di wilayah ini.

“Sejarah Kota Semarang sangat menarik untuk ditulis. Kita sangat apresiatif ketika penulis seperti Amen Budiman, Djawahir Muhammad, atau Rukardi, dan lain-lain berinisiatif melakukannya. Kebetulan saya juga telah membaca penelitian dan pengkajian yang dilakukan tim Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro tentang sejarah Kota Semarang,” katanya.

Namun, lanjut Gunoto, masih banyak hal yang terlewat dalam penulisan sejarah Kota Semarang. Misalnya mengenai sejarah ekologi kota ini. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangannya, terkait dengan pola permukiman, transportasi, dan industri.

Selain itu, tambah Gunoto, transformasi sosial-ekonomis, urbanisasi, yang menjadi ciri khas Kota Semarang sejak awal pertumbuhannya sering luput digarap. Memang risikonya buku menjadi sangat tebal, setebal bantal. Namun, demi kepentingan penyusunan buku sejarah Kota Semarang yang sangat lengkap, hal itu harus dilakukan.

“Kesadaran sejarah semacam ini sangat perlu. Generasi muda sangat membutuhkan, agar tak mengalami hambatan kultural dan diskontinyuitas historis. Jangan sampai generasi muda Kota Semarang tercerabut dari akar budayanya sendiri,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *