Obrolan Hatipena, Perlu Penataan Ruang Tanggap Bencana
SEMARANG (Ampuh.id) – Pemerintah, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten, perlu membuat kebijakan penataan ruang yang tanggap bencana. Hal ini sebagai upaya pengurangan risiko bencana di masa depan.
Hal itu dikemukakan oleh Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah Mohammad Agung Ridlo dalam Obrolan Hatipena secara daring, Kamis, 4 April 2024. Obrolan Hatipena merupakan program Satupena setiap Kamis yang membahas persoalan-persoalan aktual. Kali ini membahas buku “Bencana dari Berbagai Perspektif” terbitan Satupena Jawa Tengah.
Menurut Mohammad Agung Ridlo, buku antologi esai lingkungan hidup itu diterbitkan untuk mewadahi para penulis yang resah melihat kondisi bangsa. Bencana datang silih berganti. Beberapa penulis dan pakar di Jawa Tengah, bahkan seluruh Indonesia berkumpul dalam buku ini menuangkan pemikiran dan kajiannya tentang bencana yang melanda negeri ini dilihat dari berbagai perspektif.
“Para penulis di buku ini memiliki latar belakang yang beragam. Ada budayawan, sastrawan, rohaniawan, teknokrat, birokrat dan lainnya menyumbangkan pemikirannya demi terkupasnya permasalahan bencana di Indonesia. Proses penyuntingan buku ini ditangani sebuah tim editor yang terdiri saya sendiri, Nugroho SBM, dan Esthi Susanti Hudiono,” ujarnya.
Dalam diskusi yang dipandu Swary Utami Dewi dan Elza Peldi Taher, Agung menyatakan keprihatinannya ketika bencana datang silih berganti di Indonesia. Ada bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, rob, kebakaran, pencemaran lingkungan dan lain-lain. Bencana terjadi karena manusia tidak memperhatikan alam.
Dalam hal ini Agung menunjukkan berapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang. Pertama, data base terkait dengan kajian geodesi antara lain meliputi topografi, kontur, permukaan lahan (land), kemiringan (slope). Kedua, data base terkait dengan kajian geologi, antara lain meliputi struktur tanah (susunan/lapisan tanah), jenis tanah seperti andosol, latosol, entisol, grumosol, inceptisol, dan laterit. Selain itu kondisi tanah perlu diperhatikan serius, seperti sesar, patahan, dan labil. Termasuk pula data base terkait dengan kajian klimatologi antara lain seperti curah hujan, angin, suhu udara maupun kelembaban. Begitu jugs data base yang terkait dengan legal formal kepemilikan lahan jangan diabaikan.
Agung menyitir ayat Alquran yang menunjukkan bencana sebagai akibat ulah manusia. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah memperingatkan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Selain itu, Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, maka Tuhan menghalau awan itu ke suatu negeri yang tandus/mati, lalu Dia menghidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu.
“Menjadi pekerjaan rumah bagi para gubernur, bupati, dan walikota dalam perencanaan ruang yang aman dari bencana. Indonesia mempunyai 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Perlu pimpinan yang berwawasan penataan ruang dan lingkungan,” tandasnya.
Agung juga mengatakan, ada rencana terbit buku selanjutnya dengan kajian penyelamatan alam dan lingkungan dari berbagai aspek dengan judul “Dari Hulu Ke Hilir–Antologi Esai Penataan Ruang”. Diharapkan para penulis Jawa Tengah, bahkan seluruh Indonesia, dengan berbagai latar belakang ikut serta menyumbangkan pemikirannya.
Selain dihadiri sejumlah penulis buku dan peminat planologi, tampak hadir secara daring Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie dan Ketua Umum Satupena Jawa Timur Akaha Taufan Aminuddin. Pada kesempatan itu Ketua Satupena Kabupaten Semarang Tirta Nursari membacakan sebuah puisi tentang bencana. Dibagikan pula “door prize” berupa buku tersebut bagi tiga penanggap terbaik. (*)