Pengurus RW IV Ngaliyan Semarang bergambar bersama dengan remaja setempat dan mahasiswa Program Character Building Universitas Bina Nusantara Semarang seusai diskusi di Gedung Amanah Center, Taman Karonsih, Ngaliyan, Semarang.
Pengurus RW IV Ngaliyan Semarang bergambar bersama dengan remaja setempat dan mahasiswa Program Character Building Universitas Bina Nusantara Semarang seusai diskusi di Gedung Amanah Center, Taman Karonsih, Ngaliyan, Semarang.

Moderasi Beragama Solusi Bagi Konflik Umat

SEMARANG (Ampuh.id) – Kebinnekaan dan keragaman adalah suatu keniscayaan. Ia merupakan sunatullah dan tak terelakkan dalam kehidupan. Baik keragaman dalam hal bahasa, suku bangsa, etnis, budaya, pilihan politik, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu toleransi beragama menjadi penting, karena ia dapat menciptakan perdamaian dan kedamaian di antara warga.

Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari Dialog Remaja RW IV Ngaliyan Semarang dengan Mahasiswa Program Character Building Universitas Bina Nusantara (Binus University) Semarang di Balai RW IV (Gedung Amanah Center) Ngaliyan, Semarang, Minggu (17/11/2024). Hadir dalam dialog itu antara lain Ketua RW IV Ngaliyan Gunoto Saparie, Wakil Ketua I Agus Budiarto, Sekretaris Shodiq Andi Nugroho, Wakil Sekretaris RW IV Jatmiko Susilo, dan Bendahara Arief Setiawan.

Dari kalangan mahasiswa Binus University dan remaja RW IV Ngaliyan adalah Marcello Patra Sutedjo, Jovell Matthew Chandra, Joshua Devon Gunawan, Marcellino Haensch Cezio Kusalass, Darren Tan, Wendhra, Larissa Christy Santoso, Daffa Rafli Bahtiar, Dian Rose Mahersi, Reza Amru, Raihan Aprilia, Nabil Mutofa, Glory Amelia, Albert BJB, Dhinda Agustin, Fauiziah Isnaini, dan Anis FP.

Sebelumnya Marcello mewakili rekan-rekannya mengucapkan terima kasih atas kesediaan pengurus RW IV Ngaliyan dan remajanya menerima kehadiran para mahasiswa Binus University. Kehadiran mereka selain untuk silaturahmi juga untuk saling tukar informasi dan diskusi mengenai pendidikan karakter bangsa, khususnya tentang toleransi beragama di kalangan generasi muda.

Marcellino Haensch Cezio dan Darren Tan mencoba memantik diskusi dengan menanyakan kepada hadirin apakah sesungguhnya yang dinamakan keberagaman itu. Pertanyaan dilanjutkan dengan mengenai toleransi beragama di kalangan generasi muda, apakah menurun dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Gunoto Saparie memuji program dan gerakan Kementerian Agama tentang moderasi beragama. Dalam kehidupan masyarakat kita yang majemuk dan plural ini, moderasi beragama sangat penting untuk dipraktikkan. Karena dengan moderasi beragama kita memosisikan di tengah-tengah, tidak ekstrim kiri maupun kanan. Selain menghargai perbedaan keyakinan dan menjunjung keberagaman, kita juga menciptakan kehidupan yang rukun, damai, setara, dan harmonis.

“Kita perlu menciptakan masyarakat yang saling menghormati, saling memahami, dan hidup dalam kerukunan. Selain memiliki komitmen kebangsaan, toleransi, juga antikekerasan. Moderasi beragama sangat diperlukan sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang harmonis di kalangan umat. Karena harus kita akui, potensi perpecahan dan disintegrasi bangsa selalu ada karena perbedaan-perbedaan,” katanya.

Arief menyatakan, toleransi beragama dapat mencegah perpecahan antara umat beragama. Toleransi beragama juga dapat menciptakan tatanan kehidupan yang jauh dari konflik. Selain itu, toleransi beragama dapat diwujudkan dengan bergaul dengan semua orang tanpa membedakan kepercayaan. Toleransi beragama juga dapat diwujudkan dengan menghargai dan memberikan kesempatan kepada teman yang berbeda agama.

“Namun, agaknya kita harus sepakati dulu batas-batas toleransi itu. Karena kalau tidak, toleransi beragama yang seharusnya menghormati agama yang diyakini oleh orang lain, bisa terkesan justru mencampuri apa yang diimani orang lain itu,” ujarnya.

Jatmiko Susilo menekankan pentingnya toleransi beragama, yaitu bersikap sabar dan membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya. Karena itu, sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan golongan, kita sangat perlu memiliki sikap toleran.

“Dengan toleransi, kita saling menerima keberadaan umat beragama lain. Selain itu, kita mengerti kebutuhan beragama lain. Kita juga percaya dan tidak saling mencurigai antarsesama umat. Ada pula kemauan untuk tumbuh dan berkembang bersama. Rela berkorban untuk kebaikan bersama dan mengedepankan nilai-nilai ajaran universal agama, yaitu kejujuran, kedamaian, menghormati, taat pada pemerintah,” ujarnya.

Diskusi yang berlangsung hangat tersebut diakhiri dengan penyerahan cendera mata dari coordinator mahasiswa Binus University Marcello kepada Ketua RW IV Gunoto. Dalam kesempatan itu seusai ramah tamah dan makan siang dibahas pula kemungkinan terbentuknya pengurus Karang Taruna RW IV Ngaliyan periode 2024-2027. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *