Konser Jogja Cello Kwartet di Maxi Brain Hall Semarang Pukau Penonton
SEMARANG (Ampuh.id) – Konser Jogja Cello Kwartet yang diluncurkan Maxi Brain Academy Semarang di Maxi Brain Academy Hall, Jalan Rinjani 18 Semarang, Kamis (14/3/2024), mampu memukau penonton.
Sejak konser mulai digelar pukul 18.30 WIB, pecandu musik Kota Semarang terus dimanjakan dengan irama musik menawan dari sekelompok musik kamar yang khusus didatangkan di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah oleh manajemen Maxi Brain Academy. Pengayom dan pembina konser tersebut adalah Kajendam IV/Diponegoro Kol Caj Yudi Wahyudi SE MM, yang turut serta dalam mengenalkan musik klasik kepada masyarakat dan menggawangi semua konser yang disajikan Maxi Brain Academy.
Pada repetoar seri pertama dari 10 seri yang akan digulirkan Maxi Brain Academy Semarang menampilkan sejumlah musisi profesional dan pelajar yang menyajikan berbagai variasi format dalam musik kamar, seperti kwartet cello, kwartet gesek, Soprano dan piano, dan quintet tiup kayu.
Pada seri perdana Maxi Brain Academy Semarang menghadirkan sepuluh lagu yang dipersembahkan Summer mov 1&2 (antonio vivaldi), Chaconne from partita nomer 2 (JS Bach), Ave maria (W.Fitzenhagen), Tree spanish dance (B Kelly), Lohengrin feierliches (R Wagner), Souvenir de curis (paque), La muerte de angel (A Piazola), Faraway (Apocalyptica), The unforgiven (Metalika), dan Pink Panther (Hendri Mancini). Konser ini merupakan konser perdana dari rangkaian 10 konser yang akan digelar Maxi Brain Axademy Semarang.
Tak pelak sepuluh lagu, baik klasik maupun pop, karya komposer dunia ternama yang dilantunkan kelompok musik kamar di Maxi Brain Academy Hall membuat pecandu musik Kota Semarang seakan-akan terhipnotis oleh kesyahduan irama musik tersebut.
Bahkan, kesyahduan alunan musik kamar itu bagaikan penghangat bagi para penonton, karena suasana di luar gedung saat konser cukup dingin lantaran wilayah Semarang sedang diguyur hujan.
Owner Maxi Brain Academy, Pauline Wonoadi di sela-sela konser mengatakan kelompok musik kamar asal Kota Gudeg ini memang ditampilkan dalam seri konser Echoes of Life (Gema Kehidupan) yang ditata Max Brain Acadeny dari Maret hingga Desember 2024.
Kelompok musik kamar yang dikomandani Dr Asep Hidayat dengan punggawa Neam SR, Hidayat MSn, Nandya Abror Nurmusabih MSn dan R Dwitya Tam.
Hong Djien Oei ketika didaulat membuka konser sangat antusias dan penuh semangat. Pasalnya, tokoh seni rupa dan kolektor yang akrab disapa OHD ini sebelum tercebur ke dunia seni rupa, terlebih dahulu mengakrabi musik.
“Saya terasa kembali ke habitat, karena sebelum mengakrabi dunia seni rupa saya terlebih dahulu menggeluti dunia musik. Saya dari masa kanak-kanak main biola. Bahkan ketika semasa kuliah di Bandung saya sebagai pelaku juga organizer kegiatan musik,” ujar dokter yang juga pakar tembakau ini.
OHD lantas mengungkapkan rahasia awet muda. Di usianya yang menginjak 85 tahun, OHD yang terlihat bugar mengaku kegemaran terhadap musik membuatnya bisa bertahan hingga saat ini.
“Musik itu merupakan rasa yang membuat kita senang dan bahagia. Seharusnya pertunjukan musik seperti ini harus sering diadakan di berbagai kota. Kalau di Jakarta sudah dilakukan, tetapi di kota-kota lain sangat jarang. Entah apa yang jadi maslahnya,” tandas OHD yang juga senang dansa ini.
Pauline Wonoadi menambahkan yang mendasari konser ini digelar karena menilik esensi dari seni adalah humanitas.
“Saat mengapresiasi musik secara langsung, kita tidak hanya mengekspresikan humanitas individu. Terdapat gema yang beresonansi dalam setiap pendengar, yang menghubungkan satu pendengar dengan pendengar lainnya, membangun jembatan antar pendengar. Mudah-mudahan dengan gelaran konser ini kita damai dan bahagia, “ ujar Pauline mengantar konser malam itu.
Sementara dedengkot Jogja Cello Kwartet , Dr Asep Hidayat mengawali repertoarnya mengatakan penikmat musik akan menjelajahi sebuah perjalanan ke dalam dunia, di mana melodi dan lirik menggambarkan kisah-kisah hidup, menciptakan pengalaman yang mendalam, dan merayakan keberagaman budaya.
“Mari kita masuki alam semesta musik, tempat di mana setiap not dan akor memiliki kekuatan untuk menyentuh emosi kita, membangkitkan kenangan, dan menyampaikan pesan yang mungkin sulit diungkapkan oleh kata-kata biasa,” ujarnya di sela-sela konsernya. (*)