Pelestarian Bahasa Daerah Harus Aktif dan Libatkan Berbagai Pihak

SEMARANG (Ampuh.id) – Menyemarakkan Hari Bahasa Ibu Internasional 2025, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menggelar acara Dialog Publik bertema “Bahasa Daerah Mendukung Pendidikan Bermutu untuk Semua”.

Kegiatan tersebut menjadi acara puncak Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 2025 yang diadakan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah di Gedung Balairung, Kamis (27/2/2025).

Dialog publik itu menghadirkan empat narasumber, yakni Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Tengah, Dr Nugraheni Triastuti SE MSi, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Periode 2023-2025, Dr Syarifuddin MHum, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Jepara, Ali Hidayat SPd MM dan pakar Bahasa Jawa, Dr Bambang Sulanjari SS MA.

Acara yang dipandu Kak Slam, pendongeng asal Kabupaten Semarang, itu membincangkan revitalisasi dan pengajaran bahasa Jawa di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu topik yang disorot adalah pentingnya bahasa daerah dalam sistem pendidikan serta tantangan dan upaya pelestariannya.

Salah satu narasumber yang juga pakar bahasa Jawa, Bambang Sulanjari, mengatakan bahwa upaya pelestarian bahasa daerah harus dilakukan secara aktif dan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, instansi pendidikan, maupun masyarakat.

“Jawabannya cuma satu, saya di mana-mana nembang,” ujar Bambang di Gedung Balairung, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, pada Kamis, 27 Februari 2025, ketika ditanya mengenai partisipasinya dalam revitalisasi Bahasa Jawa.
Bambang juga menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Tengah telah mewajibkan penggunaan aksara Jawa dalam menuliskan papan nama SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sejak tahun 2021.

“Hal serupa juga dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, yakni mewajibkan penggunaan aksara Jawa pada papan nama setiap sekolah di Jawa Tengah sebagai bagian dari program pelestarian bahasa daerah,” ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menyoroti tantangan dalam memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum nasional. Meskipun sudah terdapat upaya memasukkan bahasa daerah sebagai muatan lokal (mulok), dia berpendapat bahwa hal tersebut belum optimal.

“Hal itu sebenarnya bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang selayaknya memberikan tempat bagi bahasa daerah sebagai bagian dari pendidikan nasional,” ujarnya.

Sementara itu, narasumber lain, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Jepara, Ali Hidayat SPd MM menyoroti peran bahasa daerah dalam pendidikan di kabupaten/kota. Menurutnya, bahasa daerah bukan hanya alat berkomunikasi, melainkan juga identitas budaya yang harus dilestarikan.

“Bahasa daerah mencerminkan identitas dan keunikan suatu daerah. Selain itu, bahasa daerah adalah warisan budaya yang harus dihormati, dijaga, dan dilestarikan oleh negara sebagai warisan budaya nasional,” ungkap Ali.

Selanjutnya, Ali menjelaskan keterkaitan antara bahasa daerah dan tingkat literasi masyarakat. Menurutnya, meskipun ada anggapan bahwa masyarakat yang bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia cenderung memiliki tingkat literasi lebih baik, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengesampingkan bahasa daerah dalam pendidikan.

“Pendidikan yang berkualitas harus merata dan dapat dirasakan oleh semua masyarakat, termasuk mereka yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa utama,” tambahnya.

Sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Jepara, Ali Hidayat juga menyebutkan sederet pencapaian Jepara dalam upaya pelestarian bahasa daerah, khususnya dalam pembangunan kebahasaan dan kesastraan. Beberapa inisiatif yang mendapat perhatian antara lain, Lomba Duta Lima Anti di Kabupaten Jepara tingkat SMA yang meliputi kampanye antiintoleransi, antiperundungan (bullying), antipelecehan dan pernikahan dini, anti-KKN dan judi online, serta antinapza; Revitalisasi Bahasa Daerah melalui penyelenggaraan festival dan kompetisi.

“Tahun 2024 Jepara dipercaya Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sebagai tuan rumah Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tingkat Provinsi Jawa Tengah sekaligus peringatan Hari Sumpah Pemuda. Pemecahan rekor MURI dalam kategori menulis pitutur luhur dengan aksara Jawa di daun lontar terbanyak berhasil diraih oleh Jepara pada tahun 2024,” terangnya.

Ali menambahkan dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan bahasa daerah tetap hidup dan berkontribusi dalam menciptakan pendidikan yang bermutu untuk semua.

“Perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional 2025 menjadi momentum untuk terus menyerukan pentingnya pelestarian bahasa daerah sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya bangsa,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *