14 Kabupaten/Kota Kena Sanksi Administratif, Pemprov Jateng Prioritaskan Program Pengelolaan Sampah
SEMARANG (Ampuh.id) – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi menyatakan, pengelolaan sampah di wilayahnya menjadi salah satu program prioritas yang perlu dituntaskan. Berbagai program dan kegiatan telah dicanangkan guna mengatasi permasalahan tersebut.
Bahhkan, Pemprov Jateng sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengelolaan Sampah, hal itu tertuang dalam SK Gubernur No. 100.3.3./177 pada tanggal 24 Juni 2025. Selain itu, juga menyiapkan Roadmap Akselerasi Penuntasan Sampah yang diatur dalam SK Gubernur No. 100.3.3/220 pada tanggal 23 Juli 2025. Pemprov Jateng juga mereplikasi best practices pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Luthfi mengatakan, ia juga sudah banyak menawarkan kepada investor untuk mengelola sampah di Jateng. Hanya saja, sejauh ini belum ada yang cocok dan merealisasikan karena terkendala kebutuhan sampah per hari. Misalnya untuk pengelolaan sampah dengan metode Refuse-Derived Fuel (RDF), paling tidak membutuhkan sampah 100-200 ton per hari, sementara tidak semua daerah mampu mencukupi itu.
“RDF butuh jumlah sampah yang lumayan. Salah satu solusinya adalah tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) regional, jadi beberapa daerah akan dijadikan satu,” kata Luthfi saat menerima audiensi dari Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Ade Palguna Ruteka, di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin, 29 September 2025.
Luthfi mengatakan, di Jawa Tengah sejauh ini juga sudah ada sebanyak 88 ada Desa Mandiri Sampah. Desa-desa tersebut bisa menjadi percontohan bagi desa lain.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto menambahkan, sebanyak 14 pemerintah kabupaten/kota di Jateng mendapatan sanksi administratif dari Kementarian Lingkungan Hidup terkait pengelolaan sampah, lantaran daerah tersebut masih menerapkan sistem open dumping.
Oleh karenanya, Ia mendorong kepada daerah-daerah tersebut agar segera menuntaskannya.
“Teman-teman sudah menyiapkan anggaran di kabupaten/kota untuk upaya perbaikan, khususnya di tempat pemrosesan akhir sampah. Kami dari provinsi juga memfasilitasi sarpras di kabupaten/kota tersebut, sehingga nanti terkait dengan sanksi administrasi ini bisa segera diselesaikan,” katanya.
Menurut Widi, beberapa daerah yang sudah difasilitasi oleh Pemprov Jateng contohnya ada di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Pemalang. Di wilayah tersebut sudah ada diskusi untuk membuat TPST regional Petanglong.
“TPST menampung sampah di beberapa kabupaten, kapasitas menyesuaikan. Kami juga berupaya untuk transformasi seluruh TPA (Tempat Pemprosesan Akhir) dari open dumping menjadi pengolahan sampah terpadu menggunakan RDF. Kami sudah kolaborasi dengan pabrik semen yang ada di Jawa Tengah, sudah ada empat pabrik semen untuk menerima RDF-nya,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Ade Palguna Ruteka mengatakan, pemerintah daerah di Jateng dinilai responsif dalam menindaklanjuti sanksi administratif tersebut.
“Langkah tindaknya sudah dilakukan oleh Pemprov Jateng, yaitu melakukan insenerasi sampah di Pekalongan dan Brebes,” kata dia.
Ade menjelaskan, pengelolaan sampah memang menjadi kewajiban atau tanggung jawab daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi. Namun demikian, dalam praktiknya dapat dilakukan sinergi atau kolaborasi dengan berbagai pihak. Mengingat anggaran kabupaten/kota terkait pengelolaan sampah sangat kecil.
Ia menyarankan, agar sampah diolah menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik semen. Apalagi di Jawa Tengah terdapat beberapa pabrik semen, sehingga dapat menyerap hasil olahan RDF tersebut. (*)