Tim PkM Dosen MH USM Sosialisasi Regulasi PKL di Kelurahan Padangsari
SEMARANG (Ampuh.id) – Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Universitas Semarang melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) di Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Kamis (30/10/2025).
Kegiatan diikuti para Pedagang Kaki Lima (PKL). Kegiatan dihadiri para Ketua RW, ketua RT, PKK, FKK, LPMK, Karang Taruna, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Toga dan Tomas dari wilayah Kelurahan Padangsari.
Lurah Padangsari, Sri Agustin Wulandari SE dalam sambutannya berterima kasih dan bangga sekali atas kehadiran para doktor, pakar hukum dari USM yang berkenan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di wilayah Kelurahan Padangsari.
”Kegiatan tersebut sangat penting dan bermanfaat bagi saya selaku lurah juga kepada para peserta PkM. Apalagi yang dibahas adalah masalah orang yang mencari nafkah yaitu PKL,” katanya.
Lebih lanjut Titin — panggilan akrab Sri Agustin Wulandari mengatakan, narasumber sudah tidak asing lagi bagi warga Padangsari karena Dr Kukuh selama lima tahun memimpin wilayah Kecamatan Banyumanik.
Selama dipimpin Kukuh, warga merasakan kepemimpinannya yang mengayomi warga, loma, turun ke bawah siang malam dan suka menata PKL.
”Selama jadi Camat, Pak Kukuh beserta keluarga menempati rumah Dinas Camat sehingga bisa patroli wilayah dengan cepat,” tuturnya.
Ketua Program Studi Magister Hukum USM, Dr Drs Adv H Kukuh Sudarmanto Alugoro BA SSos SHMH MM menyampaikan salam hangat dari Rektor USM Dr Supari Priambodo ST MT untuk warga Kelurahan Padangsari.
Pedagang kaki lima (PKL), menurut Kukuh, tidak boleh dipandang sebelah mata, pemerintah bersama masyaranat harus mencari solusi dan membuat regulasi agar PKL bisa lebih berhasil guna dan berdaya guna.
PKL sudah ada sejak 200 tahun yang lalu sejak Gubernur TS Raffles menyediakan trotoar untuk pejalan kaki selebar kurang lebih 150 centimeter atau lima kaki.
Namun pedagang pribumi menggunakan ruang tersebut untuk menjajakan barang dagangannya kepada para pejalan kaki.
”Dari pedagang yang jualan di trotoar yang lebarnya lima kaki inilah muncul istilah Pedagang Kaki Lima (PKL) sampai sekarang di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Dr Kukuh yang pernah menangani PKL di lima kecamatan menandaskan, ada dampak positif dari PKL antara lain, bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah, dapat mengurangi pengangguran, bisa melayani kebutuhan masyarakat bagi golongan menengah ke bawah.
Sedangkan dampak negatif PKL adalah kebersihan tidak terjaga. PKL setelah berjualan seringkali sampah sisa jualan di buang di saluran/sungai. Bahkan ada PKL yang membiarkan sampah di lokasi jualan, Kemacetan para PKL menimbulkan ke macetan di setiap kota.
”Selain itu juga keindahan kota terganggu karena letak PKL tidah beraturan menyebabkan keindahan kota berkurang serta mempersempit area pedestrian maupun taman,” ungkapnya.
Menurutnya, untuk menata PKL, pemerintah harus melakukan sosialisasi rutin tentang regulasi PKL, menyiapkan tempat-tempat khusus bagi PKL, membuat peraturan hukum terkait penataan dan pemberdayaan PKL dan melakukan penataan PKL secara terprogram.
Dia berharap, penataan dan pemberdayaan PKL tidak mematikan usaha PKL, tetapi justru mengangkat derajat PKL untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna sekaligus sinergy dengan penataan kota yang anggun, cantik, bersih, hijau, dan romantis penuh estetika sehingga menjadi daya tarik dan daya tawar bagi pelancong dalam negeri maupun pelancong luar negeri,” jelas Kukuh yang sering mengunjungi PKL-PKL di luar negeri, khususnya di Singapura dan Australia. (*)


