Berbagi Ramadan 2025, Muslih Ajak Umat Islam Tingkatkan Kualitas Puasa
SEMARANG (Ampuh.id) – Pimpinan Panti Asuhan Sunan Muria Semarang, Muslih mengajak umat Islam agar selalu meningkatkan derajat puasa Ramadan. Sebagaimana Firman Allah dalam QS al-Baqarah 183, menyebutkan puasa diwajibkan kepada orang-orang beriman agar hambanya menjadi orang yang bertaqwa.
Ajakan ini disampaikan Muslih pada acara “Berbagi Ramadhan 2025” bersama anak yatim piatu di Hotel Room Inc Semarang, Senin (24/3/2025). Selain pembagian santunan kepada puluhan anak yatim piatu piatu dari Panti Asuhan Sunan Muria Semarang, acara juga diisi dengan buka bersama.
Hadir dan turut membagikan santunan anak-anak yatim piatu piatu, antara lain Aslog Kasdam IV/Diponegoro, Kolonel Czi Candra Adibrata, Asrendam IV/Diponegoro, Kolonel Infantri Honi Havana SSos MMDS, CEO PT Borobudur Global Nusantara, Yudha WK Putra, Komisaris Utama PT Ampuh Garda Abadi, Ir Sunatha Liman Said, Direktur Utama PT Ampuh Garda Abadi,Harsono Hadipoernomo, General Manajer Room Inc Semarang, Kusnadi, Direktur PT Ampuh Media Abadi Semarang, Awie S dan Pimpinan Redaksi PT Ampuh Media Abadi Semarang, Triyogo Budhi Pralampitadi.
Menurut Muslih, puasa dalam kaidah bahasa Arab disebut “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” yang berarti “menahan”. Arti puasa lebih dipertegas oleh Syeikh Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam kitabnya “Fathul Qarib”, di mana dikemukakan bahwa berpuasa adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap-tiap hari yang dapat dibuat berpuasa oleh orang-orang Islam yang sehat, dan suci dari haid dan nifas.
Sedangkan kualitas puasa seseorang, lanjut dia, dapat diukur berdasarkan tingkatannya, yaitu puasa awam, puasa khusus, dan puasa khususil khusus.
Puasa tingkat pertama, kata Muslih, disebut sebagai shaumul umum atau puasanya orang awam. Level puasa ini adalah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum. Biasa-biasa saja, atau mungkin kalau di-scoring nilanya baru good, belum very good apalagi exellent.
“Praktik puasa yang dilakukan di level ini sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat,” paparnya.
Puasa tingkat kedua, sambungnya, ada;ah puasa orang khusus. Level kedua ini disebut sebagai shaumul khushus atau puasanya orang-orang spesial. “Level nilainya very good. Mereka berpuasa lebih dari sekadar untuk menahan haus, lapar dan hal-hal yang membatalkan,” ujarnya.
Muslih menambahkan pada puasa level kedua ini, seseorang tidak hanya berpuasa umum saja, tapi mereka diwajibkan untuk bisa menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Mulutnya bukan saja menahan diri dari mengunyah, tapi juga menahan diri dari menggunjing, bergosip, apalagi memfitnah.
Sedangkan puasa pada tingkat ketiga, yakni puasanya orang super khusus. Puasa level ini merupakan puasa level tertinggi yang biasa dilakukan oleh orang-orang istimewa.
“Mereka tidak saja menahan diri dari maksiat, tapi juga menahan hatinya dari keraguan akan hal-hal keakhiratan. Menahan pikirannya dari masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir kepada selain Allah,” jelasnya.
Standar batalnya puasa bagi mereka, menurut Muslih, juga sangat tinggi, yaitu apabila terbersit di dalam hati dan pikirannya tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan harta dan kekayaan dunia. Kelompok ketiga ini berpendapat ganjaran puasa dapat terkurangi nilainya dan bahkan dianggap batal apabila di dalam hati tersirat keraguan, meski sedikit saja, atas kekuasaan Allah.
“Puasa kategori level ketiga ini adalah puasanya para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sementara di level kedua adalah puasanya orang-orang shalih,” katanya.
Menyadari posisi masing-masing, Muslih meminta umat Islam agar berupaya keras untuk meningkatkan kualitas puasa sesuai dengan kemampuannya. Namun,dia berharap umat Islam agar senantiasa untuk mengejar kualitas yang lebih tinggi, agar derajat atau tingkatan puasa bisa lebih baik, mengingat pahala puasa di bulan Ramadan telah dijanjikan Allah akan dilipatgandakan, meskipun hanya sebesar biji gandum. (*)