Talkshow Radio USM Jaya, Dr Tri: Perempuan Harus Paham Hak Istri
SEMARANG (Ampuh.id) – Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Semarang (BKBH FH USM), Dr Tri Mulyani SPd SH MH meminta kaum perempuan untuk tahu dan memahami hak-hak sebagai istri khususnya ketika terjadi gugatan cerai talak.
Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber dalam Talkshow Radio USM Jaya bertajuk BKBH Menyapa dengan tema ”Hak Istri dalam Gugatan Cerai Talak” yang berlangsung di Studio Radio USM Jaya, Gedung N USM, pada Rabu (11/9/2024).
Talkshow yang dipandu Penyiar Radio USM Jaya, Putri Sabila itu juga menghadirkan narasumber dari seorang mediator, Dr Siti Mutmainah SSos SH MH CPL CPCLE CPM CPA CPC CPArb.
Lebih lanjut, Tri Mulyani mengatakan, kaum perempuan harus belajar tentang apa pun, terlebih berkait dengan hak-hak sebagai seorang istri.
”Memang ini menjadi sebuah pembelajaran bagi kaum perempuan untuk memahmi hak-hak nya. Jadi sebelum menikah kita harus memahami dulu. Kita juga harus tahu dan paham tentang mana saja hak dan kewajiban kita. Jadi kita tidak boleh menjadi wanita bodoh. Hal apa pun harus kita pelajari, apalagi berkaitan dengan hak kita,” ucapnya.
Menurutnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi baik secara administratif maupun materiil agar kasus perceraian dapat diterima oleh hakim. Syarat itu antara lain memiliki buku nikah, KTP, hingga KK.
Banyak masyarakat yang belum paham terkait pentingnya kehadiran buku nikah dalam mengajukan perceraian.
”Kebanyakan karena mereka tidak memegang atau mungkin juga lupa dimana menaruh buku nikahnya. Di BKBH juga ada yang berbelas-belas tahun tidak jadi bercerai karena buku nikahnya tidak ada. Padahal hal itu bisa dimintakan duplikat buku nikah di KUA,” jelasnya.
Sementara itu, Mediator, Dr Siti Mutmainah mengatakan, syarat materiil agar pengajuan perceraian diterima apabila selama 3-6 bulan berturut-turut tidak diberi nafkah baik lahir maupun batin.
”Lalu, apabila 2 tahun pergi tanpa pesan, salah satu ada yang murtad, timbul KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga, adanya orang ketiga, dan tidak harmonis. Ketika gugatan diterima, nanti akan ada mediasi, kalau kedua belah pihak mau rukun itu jauh lebih baik,” kata Siti.
Siti mengatakan, beberapa hak-hak istri dalam gugatan cerai talak di antaranya nafkah iddah yaitu nafkah 3 bulan setelah cerai, nafkah mutah yaitu nafkah lampau yang tertinggal, nafkah madhiyah yaitu semacam pemberian hadiah, serta hak asuh anak.
”Untuk nafkah iddah, mutah, dan madhiyah itu tidak harus ketiganya dipenuhi, boleh salah satu. Ketika suami melakukan talak, nanti dikasih waktu 1 bulan, kalau istri tidak hadir, maka suami akan ikrar talak tanpa ada nafkah yang timbul begitupun sebaliknya. Kami juga berharap ketika pasca cerai untuk kesepakatan nafkah jangan diributkan didepan anak,” ujarnya.
Menurutnya, anak-anak sering menjadi korban atas perceraian yang dilakukan oleh orang tua.
”Jangan sampai ketika kita pisah, kita mengabaikan kasih sayang anak, karena hal ini bisa membuat hak anak menjadi terabaikan. Selain itu juga akan berpengaruh kepada karakter anak yang menjadi tidak percaya diri, merasa seolah-olah tidak diharapkan, ini yang menjaid boomerang juga buat anak,” tandasnya.
Dia mengungkapkan, rumah tangga merupakan tempat dan waktu untuk menurunkan ego pribadi baik dari segi laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melepas masa lalu setiap pasangan.
Siti berpesan bagi pasangan yang ingin bercerai untuk memikirkan secara matang-matang. Namun apabila pada akhirnya bercerai, untuk sebisa mungkin setiap pasangan agar membicarakan permasalahan rumah tangga dengan baik-baik.
”Untuk para perempuan jangan takut ketika ada panggilan sidang. Jangan pernah merasa takut untuk bertanya karena ketika kita tidak mau bertanya, itu justru tidak akan mendapatkan hak-hak kita ketika terdapat gugatan talak. Perempuan wajib mandiri apa pun kondisinya, selesaikan persolan dengan sebaik-baiknya,” tegasnya. (*)