Talkshow di Radio USM Jaya: Pernikahan Dini Dinilai Bawa Dampak Negatif

SEMARANG (Ampuh.id) – ”Pernikahan anak sering dikatakan sebagai belenggu hukum, karena dapat membawa banyak sekali dampak negatif yang signifikan terutama kepada perempuan serta masyarakat secara keseluruhan”.

Hal tersebut diungkapkan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM), Nova Yuliani saat menjadi narasumber dalam Talkshow Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Menyapa di Studio Radio USM Jaya Gedung N USM,baru-baru ini.

Talkshow yang dipandu Penyiar Radio USM Jaya, Ira Septiani itu mengusung tema ”Pernikahan Anak : Belenggu Hukum atau Norma Sosial?”.

Nova mengungkapkan, yang dinamakan pernikahan anak atau dini adalah jika usia baik laki-laki maupun perempuan berada di bawah 19 tahun, sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2019.

Sejumlah faktor penting yang berpengaruh besar terhadap terjadinya pernikahan anak, di antaranya faktor sosial dari lingkungan pergaulan, faktor budaya hingga menimbulkan label-label negatif yang ditujukan kepada orang yang belum menikah, hingga aspek peran orang tua.

”Jadi ketika lingkungan sekitar kita memandang pernikahan anak sebagai hal biasa, maka setiap individu cenderung menormalisasikannya. Belum lagi mungkin ada beberapa budaya, kalau ada anak yang sudah menstruasi berarti harus segera dinikahkan. Kalau tidak, dia akan dicap sebagai perawan tua dan lain sebagainya,” jelasnya.

Adapun berbagai dampak negatif yang timbul dari pernikahan anak mulai dari aspek sosial, psikologi, hingga mental yang memungkinkan anak lebih rentan atau kurang dewasa dalam menangani hubungan suami istri.

Menurutnya, bagi orang tua yang memaksa anaknya menikah di usia dini dapat dikenai pidana yang telah diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dapat dipidana kurungan penjara paling alam 9 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.

“Ada berbagai pencegahan. Apalagi dengan adanya Gen-Z, kita bisa melakukan rekayasa budaya. Jadi kita mengubah pola pikir masyarakat melalui kampanye edukasi dan promosi positif tentang pentingnya pendidikan dan kemandirian perempuan,” ucapnya.

Nova menambahkan, pencegahan pernikahan anak dengan memperkuat otonomi perempuan dalam keluarga dengan memberikan akses keuangan, mobilitas dan kekuatan dalam pengambilan keputusan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *