Satupena dan Bengkel Sastra Kenang Nh Dini
SEMARANG (Ampuh.id) – Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Bengkel Sastra Taman Maluku Semarang akan menyelenggarakan kegiatan literasi untuk mengenang novelis Nh Dini. Kegiatan bertajuk Mengenang Nh Dini: Sastra, Perempuan, dan Semarang itu akan dilaksanakan di Ruang Audio-Visual Perpustakaan Jawa Tengah, Jalan Sriwijaya, Semarang, Kamis mendatang (27/2/2025).
Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie kepada wartawan mengatakan, Bengkel Sastra Taman Maluku pimpinan Sulis Bambang beberapa tahun belakangan ini telah memiliki tradisi menyelenggarakan ulang tahun kelahiran Dini sejak ia masih hidup sampai setelah meninggal dunia. Dini dilahirkan di Semarang, 29 Februari 1936 dengan nama lengkap Nurhayati Srihardini Siti Nukatin. Dini boleh dikatakan merupakan sastrawan kebanggaan Kota Semarang.
“Namun, karena tahun ini bulan Februari tidak tanggal 29-nya, terpaksa kita adakan pada tanggal yang mendekati itu. Bu Sulis menawarkan kerja sama atau kolaborasi dengan Satupena Jateng yang kebetulan memiliki program hampir sama, sehingga bisa disinergikan,” katanya.
Menurut Gunoto Saparie, Dini meninggal dunia 4 Desember 2018 pada usia 82 tahun karena kecelakaan lalu lintas di jalan tol Tembalang, Semarang. Sampai akhir hayatnya Dini masih produktif dan kreatif berkarya, menghasilkan novel dan prosa lainnya. Konon kesukaannya mengarang muncul karena ia sering melamun. Bakatnya menulis fiksi pun semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek.
Dini, demikian Gunoto, menulis puisi dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu Dini rajin mengirim puisi-puisi ke siaran nasional di RRI Semarang dalam acara Tunas Mekar. Dini juga menulis untuk Majalah Kisah dan Siasat. Bahkan Cerpen pertamanya, “Pendurhaka” mendapat kritik positif dari H.B. Jassin tahun 1951. Karya-karya Dini selanjutnya memperoleh sambutan luar biasa dari berbagai kritikus, dalam dan luar negeri, seperti Korrie Layun Rampan, Satyagraha Hoerip, A. Teeuw, I Nyoman Darma Putra, Sariyati Nadjamudin-Tome, S. Prasetyo Utomo, dan lain-lain.
“Dini merupakan satu dari sedikit sastrawan perempuan Indonesia yang mampu menerjemahkan ide-ide feminisme ke dalam karya sastra dengan sangat baik. Ide feminisme tersebut justru memperkokoh posisi kesastrawanannya,” ujar Gunoto mengutip kata-kata Teeuw.
Gunoto menambahkan, kegiatan mengenang Dini tahun ini juga akan diselingi dengan peluncuran dua buku, berjudul “Warisan Yoi: Sekumpulan Pantun” karya Gayatri dan “Catatan Cinta (Mengenang Waluya Dimas)” karya Sulis Bambang. Dua buku tersebut diterbitkan oleh Kosakata Kita, Jakarta, tahun ini. (*)