Kurangi Gula, Hasilkan Pangan Sehat

Oleh: Dra Lusiawati Dewi MSc

GULA diketahui sebagai karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan juga sebagai komoditas perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa pangan menjadi manis. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

Makanan dan minuman yang manis , rasanya enak, jenis pangan ini yang mengandung gula tinggi. Akhir-akhir ini banyak menjamur minuman dengan gula tinggi dan disukai oleh para remaja/kalangan anak muda di Indonesia ini. Seperti teh, kopi, dan variasi

Produk makanan dan minuman dengan gula tinggi banyak disukai generasi muda. Tidak heran jika sekarang banyak muda-mudi yang telah menyidap diabetes. Gula merupakan karbohidrat sederhana, sehingga akan lebih cepat diserap oleh tubuh yang dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih cepat lemas dan mengantuk. Konsumsi gula secara berlebihan dikaitkan dengan peningkatan berat badan dan munculnya beragam penyakit, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.

Berita yang cukup viral oleh netizen menunjukkan pelabelan minuman sehat – tidak sehat , terjadi di Singapura bernama Nutri-Grade. Minuman tersebut dikelompokkan dengan dasar kadar gula, A,B,C dan D.

Skema pelabelan minuman Nutri-Grade didasarkan pada kandungan gula serta asam lemak jenuh. Minuman Nutri-Grade C dan D bersifat wajib pada seluruh minuman dan pelabelan minuman Nutri-Grade A dan B bersifat opsional. A merupakan tingkat yang paling rendah dan D yang paling tinggi kandungan gulanya. Sedangkan untung Tingkat B dan C adalah tingkat yang dianjurkan untuk menjadi pangan sehat pilihan.

Gambar 1. Tingkatan Gula pada Nutri Grade

Ketentuan ini diharapkan bisa membuat masyarakat bijak dalam memilih minuman/makanan lebih sehat. Tampaknya di Indonesia akan segera mengikuti pelabelan tersebut pada minuman kemasan.

Kemenkes menilai cukai MBDK (Minuman Berpemanis Dalam Kemasan) menjadi salah satu intervensi yang dinilai cukup efektif untuk mengatasi penyakit tidak menular (PTM). Namun Kementerian Kesehatan masih sebatas berupaya menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan, bertujuan untuk menurunkan prevalensi diabetes dan dampak ke penyakit lain-lain. Minuman manis dalam kemasan akan meningkatkan resiko terkena diabetes, dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. (*)

Dra Lusiawati Dewi MSc adalah Dosen Teknologi Pangan Universitas Nasional Karangturi Semarang

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *