Kampus Jadi Garda Depan Perangi Hoaks

BANDUNG (Ampuh.id) – Jawa Barat, bersama Aceh dan Banten, tercatat sebagai wilayah dengan penyebaran hoaks tertinggi di Indonesia, berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mayoritas hoaks yang tersebar di wilayah ini berkaitan dengan politik dan agama, dengan platform utama penyebaran melalui Facebook (42%), YouTube (28%), dan TikTok (12%).

Fenomena ini menyoroti tantangan besar dalam literasi digital masyarakat, termasuk di lingkungan kampus.

Ironisnya, kampus yang seharusnya menjadi pusat intelektual dan pemikiran kritis justru menjadi salah satu lokasi penyebaran hoaks. Tingkat keterpaparan mahasiswa terhadap dunia digital yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan literasi digital yang memadai.

Hal ini menjadi perhatian dalam Workshop dan Pelatihan Kelas Cek Fakta (KCF) yang diadakan di Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 20 November 2024, atas kerja sama Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), Medialink, dan Mafindo.

Ahmad Faisol, Direktur Eksekutif Medialink, menekankan bahwa kampus memiliki peran strategis dalam memerangi hoaks.

Menurutnya, kampus identik dengan komunitas objektif, dialogis, dan jujur yang siap menerima kritik.

“Kampus adalah tempat berkumpulnya individu-individu intelektual yang memiliki komitmen terhadap integritas dan berpikir rasional. Komunitas seperti ini bertolak belakang dengan pencipta hoaks,” ujarnya.

Faisol menegaskan pentingnya melibatkan mahasiswa dalam gerakan melawan hoaks. Sebagai generasi digital native, mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang kritis dan bertanggung jawab dalam menyaring informasi. Upaya ini juga bertujuan untuk menciptakan perilaku digital yang positif di kalangan mahasiswa.

Kolaborasi Kampus dan Komunitas Anti-Hoaks

Medialink dan Mafindo terus memperkuat literasi digital melalui program kerja sama dengan berbagai kampus di Indonesia.

Program Manager Cek Fakta Mafindo, Puji F. Susanti, menjelaskan bahwa pihaknya aktif menggelar pelatihan literasi digital untuk menumbuhkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya melawan hoaks.

“Ini adalah bagian dari upaya kami bersama Medialink untuk mendorong mahasiswa menjadi agen perubahan anti-hoaks. Dengan literasi yang baik, mereka bisa berkontribusi dalam menciptakan komunitas yang kritis, cerdas, dan bertanggung jawab,” ujar Puji.

Workshop dan Pelatihan Kelas Cek Fakta di Universitas Padjadjaran menjadi salah satu langkah konkret untuk menjawab tantangan tersebut.

Pelatihan ini tidak hanya mengajarkan cara memproduksi dan menyaring informasi positif, tetapi juga membangun kesadaran mahasiswa tentang tanggung jawab dalam dunia digital, termasuk memerangi cyberbullying.

Membangun Masyarakat Sadar Literasi

Pasca pelatihan, diharapkan mahasiswa dapat berjejaring dan melakukan edukasi kepada masyarakat untuk melawan hoaks yang berpotensi mengancam integrasi sosial, ekonomi, budaya, bahkan agama. Kegiatan ini menjadi bukti komitmen kampus untuk mencetak individu yang tidak hanya berwawasan luas, tetapi juga mampu menjadi pelopor literasi digital di masyarakat.

Dengan literasi digital yang cakap, mahasiswa dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi positif, sekaligus meminimalkan dampak buruk hoaks. Sebagai bagian dari generasi muda, mereka diharapkan mampu membangun ekosistem informasi yang sehat, adil, dan bertanggung jawab. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *