Ir Soeharsojo : Buat Apa Pintar, Kalau Tak Punya Ideologi Pancasila
SEMARANG (Ampuh.id) – ”Buat apa kita pintar kalau tidak punya satu ideologi seperti Pancasila. Jadi kita harus bersyukur bahwa Indonesia memiliki Pancasila”.
Hal itu disampaikan Pembina Yayasan Alumni Undip, Ir. Soeharsojo IPU, saat ditemui di ruangannya setelah menjadi narasumber dalam kegiatan Bedah Buku Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi ”Pancasila sebagai Filsafat Bernegara”, Senin (28/10/2024).
Kegiatan yang diadakan di Auditorium Ir. Widjatmoko USM itu digelar dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda dan dihadiri 200 peserta.
Hadir pula dalam kegiatan tersebut di antaranya Ketua IKAL Provinsi Jawa Tengah sekaligus guru besar Undip Bidang manajemen lingkungan, Prof Dr Sri Puryono KSMP CIMBA, Rektor USM, Dr Supari ST MT, Pemateri, Dr Tri Mulyani SH MH, Ketua Panitia, Dr Dedy Suwandi SH MH, dan para dosen Fakultas Hukum USM.
Soeharsojo meminta agar generasi muda yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dapat menyiapkan diri sejak awal untuk senang membaca, mengikuti perkembangan teknologi, asal tidak lupa bahwa Indonesia memiliki landasan Ideologi Pancasila.
”Kalau kita lihat di beberapa negara lain, minat baca lebih tinggi daripada di Indonesia, kita jujur saja. Sekarang teknologi begitu berkembang. Jadi saya kira adek-adek mahasiswa jangan hanya diminta untuk membaca buku, tetapi juga melalui perkembangan teknologi digital,” ujarnya.
Soeharsojo turut menyoroti tingkat literasi dan pemanfaatan fasilitas yang masih kurang terutama di perpustakaan USM yang memiliki banyak ruangan dengan fasilitas teknologi tinggi.
Perpustakaan yang berada di Lantai 8-9 Gedung Menara USM tersebut dibangun untuk menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan pembelajaran berbagai ilmu di USM seperti cita-cita Pendiri USM, yaitu Prof Muladi.
”Tapi pemanfaatannya belum terlalu banyak, dan mungkin itu karena dari segi literasinya yang kurang. Ini yang saya kira perlu diwujudkan. Dan ke depan tadi Bu Tri sudah janji akan memperbaiki untuk melengkapi Buku Pancasila untuk pendidikan perguruan tinggi itu berdasarkan masukan-masukan dari narasumber,” terangnya.
Salah satu masukan yang dimaksud ialah bahasa yang digunakan dalam Buku yang dibuat oleh dosen-dosen USM yang tergabung dalam Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan USM terlalu berat sehingga memungkinkan orang berlatar belakang hukum yang mampu memahami, sementara fakultas maupun prodi lain tidak begitu memahami isi buku tersebut.
Soeharsojo mengaku bahwa USM merupakan satu-satunya universitas yang memiliki UKM PIB (Pengawal Ideologi Bangsa) dan mendorong untuk memberanikan diri agar USM menjadi Kampus Pancasila sekaligus kampus berke-Indonesiaan yang penuh toleransi terhadap berbagai suku, keberagaman agama, serta pemahaman-pemahaman lain.
”Oleh sebab itu, saya usulkan supaya ada buku yang implementasinya banyak dilapangan sebagai kampus yang berkeindonesiaan. Kita harus juga memberanikan diri kita bisa gak menjadi kampus pancasila yang penuh toleransi saling asih, asuh, asah. Itu yang saya kira penting sekali,” ujarnya.
Meskipun bangga dengan hadirnya UKM PIB, Soeharsojo menilai masih terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan di USM berkaitan dengan perwujudan bentuk-bentuk ber-Pancasila hingga implementasi toleransi yang harus ditunjukkan.
”Apalagi bedah buku ini bersamaan dengan peringatan sumpah pancasila ke-96, dimana dulu pemuda-pemuda bersumpah untuk satu nusa, satu bangsa, satu bahasa yaitu Indonesia. Itu penting sekali ditanamkan,” tegasnya. (*)