Dinas Kebudayaan Jateng Perlu Dibentuk
SEMARANG (Ampuh.id) – Setelah Kementerian Kebudayaan dibentuk oleh pemerintah, seharusnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah segera menindaklanjuti dengan pembentukan Dinas Kebudayaan. Selama ini bidang kebudayaan dalam organisasi perangkat daerah di Jawa Tengah digabung dengan bidang pendidikan, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan pernah pula digabung dengan bidang pariwisata, yakni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) Gunoto Saparie kepada wartawan di sekretariat organisasi tersebut, Kamis, 9 Januari 2025, sehubungan dengan evaluasi bidang kebudayaan tahun 2024 dan prospeknya di Jawa Tengah pada 2025.
Menurut Gunoto, pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan sampai saat ini terkesan hanya wacana. Hal ini karena Pemprov Jateng setengah hati dalam memasukkan aspek-aspek kebudayaan dalam perencanaan pembangunan. Kebudayaan tidak mendapatkan tempat sentral dalam sistem pemerintahan. Pembentukan Dinas Kebudayaan karena itu menjadi penting sebagai langkah penataan organisasi dan implementasi pemajuan kebudayaan. Untuk memajukan kebudayaan setidaknya diperlukan langkah-langkah strategis berupa pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Ketua Umum Satupena Jawa Tengah ini mengatakan, sesungguhnya telah ada regulasi terkait penyusunan organisasi perangkat daerah berupa Dinas Kebudayaan. Regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016. Memang ada sejumlah pemerintah daerah yang membentuk Dinas Kebudayaan atas perintah PP Nomor 18 Tahun 2016 ini. Namun, Pemprov Jawa Tengah masih menggabungkan urusan kebudayaan dengan urusan pendidikan.
“Saya kira Pemprov Jawa Tengah perlu belajar ke Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Bali, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat yang telah memiliki Dinas Kebudayaan. Selain provinsi, ada beberapa kabupaten juga sudah memiliki dinas kebudayaan yang berdiri sendiri, seperti Kulon Progo, Sleman, Bantul, Gunungkidul, Gianyar, dan Buton Selatan. Beberapa kota juga memiliki dinas kebudayaan, antara lain Yogyakarta, Palembang, Denpasar, Surakarta, dan Palopo,” ujarnya.
Gunoto berpendapat, jika bidang kebudayaan memiliki dinas tersendiri, maka anggaran pun akan lebih memadai. Dengan demikian, upaya pemajuan kebudayaan akan menjadi lebih optimal dan terfokus. Sedangkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) benar-benar menjadi rujukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Gunoto mengapresiasi diundangkannya Perda Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah beberapa bulan lalu. Perda itu diperlukan sebagai payung hukum. Siapa pun yang menjadi gubernur, apapun bunyinya perda, maka ia memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan.
Tetapi, demikian Gunoto, perda itu hanya akan berhenti sebagai perda kalau tidak ditindaklanjuti dengan peraturan gubernur (pergub). Ada sejumlah pasal dalam Perda Pemajuan Kebudayaan Daerah itu yang membutuhkan pergub.
“Tanpa pergub maka Perda Pemajuan Kebudayaan Daerah menjadi mangkrak, sehingga komitmen Pemprov Jawa Tengah dalam mendukung pemajuan kebudayaan patut dipertanyakan. Pergub sangat diperlukan untuk mendukung ekosistem kebudayaan yang lebih kondusif,” ujarnya seraya mengingatkan jika kebudayaan itu lintas sektoral yang melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah. (*)